Liputan-NTT.Com - Kupang,- Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Kupang Aplunia Dethan, S.Pd.,M.Pd apresiasi langkah Walikota dalam penanganan dugaan tindakan kekerasan yang melibatkan oknum Kepala SMPN 11 Kota Kupang.
Hal itu disampaikan oleh Ketua PGRI Kota Kupang di Paradox Cafe pada Minggu, 31 Agustus 2025.
Aplunia Dethan menjelaskan bahwa PGRI sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sehingga bicara soal kekerasan PGRI sangat menolak. Tidak boleh terjadi tindakan kekerasan apapun baik kekerasan fisik maupun verbal.
“Kami pandang bahwa langkah-langkah yang persuasif yang diambil sudah sangat baik, dan masyarakat memahami bahwa anak-anak masih terus belajar dan sekolah sebagai lembaga dimana anak-anak dibina karakternya masih dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu diantara dua unsur tentu sudah ada kesepakatan-kesepakatan internal yang bertujuan bahwa anak-anak ini harus mendapat hak belajar secara baik di sekolah”.
Lanjut Aplunia bahwa, jika ada orang tua yang mengadu ke Walikota itu adalah hal yang biasa karena mereka menganggap bahwa Walikota sebagai orang tua, sebagai pemilik wilayah, sebagai pejabat pembina kepegawaian kalau tahu tentang hal ini lebih baik lagi,sehingga ketika beliau bertatap muka dengan siapa saja di masyarakat bisa menyampaikan tentang edukasi-edukasi ini. PGRI menanggapi ini sebagai hal yang baik.
“Kami meyakini bahwa pak Walikota sudah paham tentang langkah-langkah yang harus diambil dan tentu tidak keluar dari regulasi-regulasi karena apapun yang terjadi tentu harus ada diskusi dan kita ikuti saja perkembangannya”.
Terkait isu bahwa Kepala SMPN 11 akan dinonjobkan oleh Walikota, Ketua PGRI dengan tegas mengatakan jangan melihat dari kacamata publik saja tapi harus melihat edukasi apa yang ditawarkan oleh pemerintah kota, kata non job jangan dikategorikan sebagai sesuatu langkah untuk membunuh karir atau membunuh karakter seseorang. Jangan lupa bahwa Walikota merupakan pejabat pembina kepegawaian.
“Saya melihat sesuatu secara tersirat dari langkah-langkah Walikota dalam menyelesaikan masalah itu yang pertama bahwa anak-anak itu perlu dilindungi, dan kepala sekolah adalah pegawainya kita melihat hal ini sudah marak di medsos salah satu langkah yang dilakukan walikota dengan menonaktifkan Kepala SMPN 11 bisa saja untuk melindungi kepala sekolah dari hal-hal yang tidak pernah diharapkan di kemudian hari dan yang kedua, untuk menciptakan iklim di sekolah yang kondusif karena ada anak-anak yang tidak serta merta menerima situasi ini sehingga langkah-langkah ini diambil dengan tujuan agar anak-anak bisa belajar dengan aman untuk beberapa waktu, kemudian bagaimana caranya sehingga kepala sekolah itu bisa duduk kembali”.
Ketua PGRI Kota Kupang meyakini bahwa ada aturan-aturan yang menata tentang bagaimana memberikan sanksi kepada seorang PNS yang ada di wilayah pemerintah. “Kami bukan mendukung tetapi selama hal itu membuat situasi belajar menjadi nyaman dan setelah semua itu nyaman, kepsek bisa duduk kembali sebagaimana mestinya saya pikir itu hal yang baik”. (*)