Liputan-NTT.Com- Kupang,- Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur menegaskan bahwa Peraturan Gubernur NTT perlu dirapikan. PERGUB harus menerbitkan satu aturan yang mengatur pungutan, agar tata kelola sesuai dengan aturan mainnya, karena pungutan dana komite sangat meresahkan orang tua siswa.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT Winston Neil Rondo di Kantor DPRD NTT pada Selasa, 29 Juli 2025.
Winston Rondo menegaskan bahwa harus dirapikan PERGUB karena hal yang paling vital dan menjadi perbincangan publik saat ini yaitu penguatan dana komite untuk SMA/SMK serta SLB di NTT.
Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT meminta waktu untuk mengkaji PERGUB lebih serius, supaya ada penyesuaian serta tata kelola sesuai dengan aturan mainnya agar jangan ada dugaan salah gunakan jabatan Kepala Sekolah, terutama Sekolah-sekolah favorit di Kota Kupang, tegasnya.
“Sekolah-sekolah di Kota Kupang, seperti SMK Negeri 2 Kota Kupang, SMA Negeri 1 Kota Kupang dengan pungutan dana komite Rp. 150.000 per siswa itu yang harus dikritik. Dana sebesar 4 Miliar, untuk apa dipergunakan untuk apa saja,” tanya Winston.
Pengambilan dana komite dengan jumlah 4 miliar per tahun itu tidak masuk akal. Komisi V siap membahas PERGUB pada Jumat, 1 Agustus 2025, terkait besaran pungutan dana komite, jelas Winston Rondo.
Diketahui juga dana komite yang dipungut itu digunakan untuk membayar honorer Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah. Perlu ditelusuri penggunaan dana sebesar itu. Selain itu misal SMA Negeri 3 Kota Kupang, SMA Negeri 5 Kota Kupang, SMA Negeri 1 Kota Kupang serta SMK Negeri 2 Kota Kupang. Sekolah-Sekolah itu yang perlu dikritik karena dana komite sangat besar, ada sekolah yang tanpa dana komite pun bisa menciptakan pendidikan yang bermutu padahal hanya menggunakan dana BOS.
Menurut Winston yakni Pertama; DPRD tidak melarang adanya pungutan tetapi harus diperhatikan supaya jangan menyulitkan orang tua siswa. Kedua harus diatur untuk menentukan angkanya, dilihat dari pendapatan orang tua siswa supaya dikategorikan sesuai dengan pendapatan orang tua siswa. Ketiga; tidak boleh ada syarat yakni tidak bayar dana komite siswa tidak boleh ikut ujian maupun menahan ijazah setelah siswa yang bersangkutan tamat. Bukan itu saja tetapi harus ada penyesuaian dengan keluarga yang miskin, harap Wakil Ketua Komisi V itu.
Winston mencontoh salah satu SMA di Sabu Raijua dengan jumlah siswa 300 orang, jumlah guru 22 orang dan belum ada satupun yang lolos PPPK sehingga dana komite per siswa Rp. 40.000 per bulan itu sangat masuk akal, karena untuk membiayai kebutuhan sekolah bukan seperti sekolah-sekolah di Kota Kupang yang disebutkan sudah banyak siswa, dan guru sudah diperhatikan negara tetapi masih ada pungutan dana komite lagi, sayang sekali.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Ambros Kodo menyampaikan bahwa pungutan sekolah diatur dalam PP nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan dan Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite.
Menurut Ambros pungutan yang dilakukan oleh sekolah kepada siswa adalah sah yang diatur dalam PP Nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan tetapi besaran pungutan belum diatur sehingga pemerintah sedang berupaya untuk membuat regulasi terkait itu, sehingga kalau ada evaluasi rujukannya pada dasar aturan itu.
Lanjutnya, adanya pungutan di sekolah karena sekolah punya rencana jangka menengah dan rencana tahunan, walaupun ada dana BOS tetapi ada hal-hal yang tidak bisa dibiayai dari BOS itulah sekolah mengajak orang tua untuk berpartisipasi melalui pungutan sekolah.
Ambros Kodo menekankan bahwa Komite tidak boleh melakukan pungutan di sekolah, berdasarkan Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 dengan jelas mengatur yang berhak melakukan pungutan adalah sekolah, sehingga Bendaharanya harus seorang guru karena itu pungutan sekolah.
Peran Komite adalah perwakilan orang tua yang bisa memberikan pertimbangan pada saat sekolah melakukan perencanaan atau usulan. Kalau Komite membutuhkan biaya dia mencarinya di luar sekolah misalnya sumbangan dari pihak ketiga dan sebagainya tetapi tidak berhak melakukan pungutan dari siswa maupun orang tua siswa.
Ketika ditanya terkait uang Komite Rp. 150.000 di semua sekolah baik SMK/SMA dan SLB, Kadis P&K menjawab akan melakukan kategori pembayaran uang sekolah berdasarkan pendapatan orang tua. Misalnya orang tua dengan penghasilan Rp. 3.500.000 per bulan bisa diambil pungutan Rp.150 ribu sebaliknya jika penghasilan dibawah itu maka dikurangi atau jika di bawah Rp. 1.000.000 tidak boleh dipungut uang sekolah. Sesuai dengan pesan Gubernur dan Wakil Gubernur harus memperhatikan nurani publik dan kemampuan ekonomi orang tua.
“Jadi pungutan sekolah akan dikategorikan berdasarkan level penghasilan orang tua tetapi partisipasi orang tua tetap kita butuh agar sekolah dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di sekolah yang tidak dicover oleh dana BOS”. (*).