Liputan-NTT.Com - Flores Timur,- Puluhan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Flores Timur menggelar aksi damai dan dialog terbuka di Gedung DPRD Flores Timur, Selasa (9/12/2025).
Aksi tersebut digelar pada Selasa, 9 Desember 2025, sebagai respons atas munculnya informasi pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) hingga 50 persen pada 2026, serta berlarut-larutnya sejumlah hak guru yang belum terselesaikan.
Pantauan di lapangan, rombongan guru mengenakan seragam dinas sambil berjalan dan berorasi di sepanjang jalan menuju kantor DPRD. Mereka dikawal sebuah mobil pengeras suara dan diikuti puluhan kendaraan milik para guru. Sesampainya di Kantor Dewan, massa diterima langsung Ketua DPRD Flores Timur, Albertus Ola Sinuor, bersama sejumlah anggota dewan lain.
PGRI Protes Pemotongan TPP dan TPG Tanpa Sosialisasi
Wakil Ketua PGRI Flores Timur, Albertus Da Gomes, menyebut informasi pemotongan TPP untuk guru ASN pada 2026 memicu keresahan luas. Menurutnya, kebijakan yang menyangkut kesejahteraan guru seharusnya tidak muncul tiba-tiba tanpa penjelasan resmi.
“Semua orang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan. Tapi yang seharusnya kami terima, justru tidak kami terima. Kami tidak datang untuk meminta janji, kami ingin kepastian. Karena isu yang beredar, TPP guru dipotong 50 persen mulai 2026,” tegasnya di hadapan Sekda, DPRD, dan pengurus PGRI.
Ia juga menyoroti minimnya komunikasi dari pemerintah daerah terkait kebijakan itu, sehingga memicu spekulasi di lapangan.
Lima Tuntutan Utama PGRI
Wakil Ketua PGRI lainnya, Muhammad Sole Kadir, menyampaikan lima persoalan yang selama ini belum diselesaikan Pemda Flores Timur:
1. Rapelan gaji guru 2019–2025 yang belum dibayar untuk 341 guru.
2. Hilangnya hak THR TPG 50–100% pada 2023–2025 akibat kelalaian data.
3. Rencana pemotongan TPP ASN sebesar 50% di tengah krisis fiskal daerah.
4. Terhambatnya proses kenaikan pangkat dan ketidakjelasan kuota jabatan fungsional.
5. Tidak terakomodasinya guru honorer swasta dalam skema seleksi PPPK.
Muhammad menilai banyaknya persoalan itu mengindikasikan masih lemahnya koordinasi antar instansi, khususnya antara Dinas PKO, BKPSD, dan BKAD.
“Kami meminta konfirmasi yang jelas: bulan apa dan tahun berapa seluruh tunggakan ini diselesaikan. Kami menolak jawaban ‘akan diupayakan’, karena itu tidak memberi kepastian,” ujarnya.
Pemda Akui Tekanan Fiskal: Dana Transfer Turun Rp159 Miliar
Menjawab protes tersebut, Sekretaris Daerah Flores Timur, Petrus Pedo Maran, menjelaskan bahwa Pemda tengah menghadapi tekanan fiskal berat akibat penurunan dana transfer pusat sebesar Rp159 miliar.
“Anggaran kita sangat terbatas. Bukan hanya TPP, belanja strategis daerah seperti infrastruktur jalan pun terkena dampaknya. Tahun 2025 kita kehilangan Rp37 miliar untuk pembangunan jalan,” ujarnya.
Menurut Sekda, Dana Alokasi Umum (DAU) untuk jenjang SD kini hanya tersisa Rp5 miliar, jauh dari kebutuhan real di lapangan.
“Pilihan pemerintah sangat sulit. Kami harus memastikan anggaran tersisa digunakan untuk kebutuhan mendesak dan pelayanan dasar masyarakat,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa rencana pemotongan TPP masih dalam proses pembahasan dan belum menjadi keputusan final.
Dinas PKO Ungkap Penyebab Keterlambatan Rapelan
Kepala Dinas PKO Flores Timur, Felix Suban Hoda, menyampaikan bahwa keterlambatan pembayaran rapelan gaji disebabkan lambatnya surat pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Keuangan Daerah.
“Kami sudah ajukan rapelan 2019–2024 untuk 341 guru. Data kami lengkap, tapi implementasi surat Dirjen Keuangan datang terlambat. Begitu surat diterima, langsung kami teruskan ke inspektorat untuk review lanjutan,” jelas Felix.
Dinas PKO mengklaim telah melakukan komunikasi intensif dengan pemerintah pusat untuk memastikan hak-hak guru masuk dalam mekanisme pembayaran tahun anggaran 2025.
DPRD Minta Pemda dan PGRI Duduk Bersama Rumuskan Tenggat Waktu
Ketua DPRD Flores Timur, Albertus Ola Sinuor, meminta Pemda dan PGRI membuka ruang dialog lanjutan agar semua pihak memiliki kesepahaman yang sama terkait penyelesaian masalah guru.
“Yang diperlukan bukan sekadar klarifikasi, tapi roadmap penyelesaian dengan tenggat waktu yang jelas,” ujarnya.
PGRI Pertimbangkan Aksi Susulan Jika Tidak Ada Kepastian
Menutup dialog, PGRI menegaskan siap melakukan aksi lanjutan bila tidak ada langkah konkret dari pemerintah dalam waktu dekat.
“Kami berharap dialog ini menjadi awal solusi, bukan akhir dari masalah. Jika tidak ada realisasi, kami mempertimbangkan aksi dengan jumlah massa yang lebih besar,” tegas Albertus Da Gomes. (*)


